Ditulis oleh Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Hafizhahulloh |
Selasa, 30 November 2010 22:14 |
KELEMAHAN PENDAPAT AL-MALIKIYYAH DAN AL-HANAFIYYAH Kedua pendapat tersebut adalah pendapat yang lemah, hal ini disebabkan karena mereka memandang kepada hadits-hadits yang datang dari Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, yang menjelaskan tentang salah satu cara duduk beliau Shallallohu ‘alaihi wasallam,, tanpa menoleh kepada hadits-hadits yang lain yang menjelaskan tentang cara duduk yang berbeda. Sehingga kalau kita mengamalkan seperti amalan madzhab Malikiyyah, berarti kita tidak mengamalkan hadits-hadits yang menyebutkan tata cara duduk iftirasy, demikian pula halnya jika kita mengamalkan seperti amalan madzhab Al-Hanafiyyah, berarti kita meninggalkan beramal dengan hadits-hadits yang menjelaskan tentang cara duduk tawarruk. Berkata Abul Ula Al-Mubarakfuri: وَاْلحَاصِلُ أَنَّهُ لَيْسَ نَصٌّ صَرِيْحٌ فِيْمَا ذَهَبَ إِلَيْهِ مَالِكٌ وَمَنْ مَعَهُ وَلاَ فِيْمَا ذَهَبَ إِلَيْهِ أَبُوْ حَنِيْفَةَ وَمَنْ مَعَهُ, وَأَمَّا مَا ذَهَبَ إِلَيْهِ الشَّافِعِيُّ وَمَنْ مَعَهُ فَفِيْهِ نَصٌّ صَرِيْحٌ فََهُوَ اْلمَذْهَبُ الرَّاجِحُ. "Kesimpulannya bahwa tidak terdapat nash yang jelas dari apa yang menjadi pegangan Imam Malik dan yang bersamanya, dan tidak pula apa yang menjadi pegangan Abu Hanifah dan yang bersamanya. Adapun yang menjadi pendapat Imam Syafi'i dan yang bersamanya, maka padanya terdapat nash yang jelas , maka inilah madzhab yang kuat."[1] Demikian pula yang dikatakan oleh Ibnu Hazm رحمه الله setelah menyebutkan madzhab Imam Malik dan Abu Hanifah: " وَعَلَى كِلاَ اْلقَوْلَيْنِ خَطَأٌ وَخِلاَفٌ لِلسُّنَّةِ الثَّابِتَةِ الَّتِي أَورَدْنَا - يَعْنِي حَدِيْث أَبِي حُمَيْدٍ - " "Dan kedua pendapat tersebut salah, dan menyelisihi sunnah yang tsabit yang telah kami sebutkan (yaitu hadits Abu Humaid)".[2] Terkhusus riwayat Abdullah bin Mas'ud yang dijadikan pegangan oleh madzhab Malikiyyah tentang duduk tawarruk pada awal atau akhir shalat, adalah riwayat yang berasal dari jalan Muhammad bin Ishaq bin Yasar, ia berkata: Abdurrahman bin Al-Aswad bin Yazid An-Nakha'i telah memberitakan kepadaku tentang tasyahhud Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, dipertengahan shalat dan diakhirnya, dari ayahnya dari Abdullah bin Mas'ud radiallohu ‘anhu, bahwa beliau berkata: عَلَّمَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ التَّشَهُّدَ فِي وَسَطِ الصَّلاَةِ وَفِي آخِرِهَا قَالَ فَكَانَ يَقُولُ إِذَا جَلَسَ فِي وَسَطِ الصَّلاَةِ وَفِي آخِرِهَا عَلَى وَرِكِهِ الْيُسْرَى..... الحديث. "Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, mengajarkan tasyahhud kepadaku dipertengahan shalat dan di akhirnya. Lalu berkata: Adalah beliau mengucapkan jika duduk dipertengahan shalat dan di akhir shalat di atas warik (bagian atas paha/bokong)-nya yang kiri…" Al-Hadits.[3] Muhammad bin Ishaq tersebut di atas, meskipun dia seorang perawi yang jujur, yang asal hukum riwayatnya dihasankan, namun dalam riwayat ini dia telah menyelisihi para perawi yang lebih terpercaya, yang meriwayatkan hadits Ibnu Mas'ud tersebut tanpa menyebutkan lafadz "duduk dipertengahan shalat dan di akhirnya" seperti yang disebutkan oleh Ibnu Ishaq. Berkata Adz-Dzahabi: "Yang nampak bagiku bahwa Ibnu Ishaq adalah hasan haditsnya. Keadaannya baik, jujur, dan apa yang ia bersendiri pada (riwayatnya), terdapat kemungkaran padanya, karena pada hafalannya ada sesuatu (berupa kelemahan).” Oleh karena itu, Syaikh Al-Albani juga menghukumi hadits ini sebagai hadits yang mungkar.[4] Sumber : Risalah Imiah “Tatacara Duduk Tasyahhud Akhir Dalam Setiap Shalat” Hal : 37-42 |
Sabtu, 18 Desember 2010
TATACARA DUDUK TASYAHHUD AKHIR DALAM SETIAP SHALAT (BG 3)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar